
Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau Mengkhawatirkan
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali terjadi di berbagai wilayah Provinsi Riau. Berdasarkan data yang dirilis, hingga tanggal 20 Juli 2025, terdapat sebanyak 4.449 titik panas atau hotspot. Angka ini menunjukkan tingkat keparahan yang cukup signifikan. Wilayah dengan jumlah hotspot terbanyak adalah Rokan Hilir, yang mencatat 1.767 titik. Disusul oleh Rokan Hulu dengan 1.114 titik dan Dumai dengan 333 titik. Titik panas tertinggi tercatat pada bulan Juli, yaitu sebanyak 3.031 titik.
Dalam periode Januari hingga Mei 2025, luas area yang terbakar mencapai 751,08 hektare (ha). Dari total tersebut, sebesar 96,23 persen terjadi di lahan gambut. Sementara itu, 2,19 persen dari luas tersebut berada di wilayah tutupan hutan, dan sisanya 97,81 persen berada di tutupan non-hutan. Dalam hal fungsi kawasan, 14,22 persen kebakaran terjadi di kawasan hutan, sedangkan 85,78 persen terjadi di areal penggunaan lain (APL).
Upaya Pemerintah dalam Penanggulangan Karhutla
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengklaim bahwa mereka telah memaksimalkan upaya penanggulangan karhutla di Riau. Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar turun langsung ke lokasi untuk memantau situasi kebakaran. Ia tidak sendirian, karena ikut serta dalam kunjungan tersebut adalah Kepala BNPB Suharyanto serta jajaran dari berbagai kementerian dan lembaga lainnya.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa kondisi sebaran asap akibat kebakaran saat ini sudah mulai membaik. Dari pantauan satelit Himawari yang dianalisis oleh BMKG, sempat terdeteksi adanya asap lintas batas pada 19 Juli 2025, khususnya di Kabupaten Rokan Hilir. Namun, per 20 Juli 2025, asap tersebut sudah tidak terdeteksi lagi.
Menurut Dwi, faktor geografis dan arah angin yang bertiup dari tenggara atau barat daya ke barat laut/timur laut membuat Riau rentan terhadap potensi asap lintas batas, terutama saat musim kemarau.
Patroli dan Mitigasi Karhutla
Wamenhut Sulaiman Umar menegaskan bahwa patroli pencegahan terus dilakukan melalui Patroli Terpadu yang melibatkan berbagai unsur seperti Manggala Agni, TNI, POLRI, serta Masyarakat Peduli Api (MPA). Saat ini, patroli dilaksanakan di 9 posko desa yang tersebar di beberapa kabupaten, antara lain Bengkalis, Kota Dumai, Indragiri Hilir, Kampar, Kepulauan Meranti, Pelalawan, dan Siak. Selain itu, patroli mandiri juga dilakukan di 19 posko desa lainnya.
Sebagai bagian dari mitigasi, BNPB bersama BMKG dan mitra swasta telah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sebanyak 14 sortie. Dalam operasi tersebut, sebanyak 12.600 kg NaCl disemai ke awan untuk mengurangi risiko kekeringan pada lahan gambut. OMC ini tidak hanya dilakukan di Riau, tetapi juga di provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Jambi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim.
Sulaiman Umar menegaskan bahwa kondisi iklim dan cuaca di Provinsi Riau saat ini membutuhkan perhatian serius. Ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan sinergi lintas sektor untuk mencegah karhutla semakin meluas.
Upaya Pemadaman di Lapangan
Di lapangan, upaya pemadaman dilakukan secara intensif oleh Manggala Agni Kementerian Kehutanan bersama brigade Dinas Kehutanan, BPBD Riau, BPBD Rokan Hilir, serta dukungan dari TNI, POLRI, RPK Pertamina Hulu Rokan, dan MPA.
Direktur Jenderal Dwi Januanto Nugroho menjelaskan bahwa sebanyak 120 personel Manggala Agni telah dikerahkan dari berbagai Balai Pengendalian Karhutla Wilayah Sumatera, termasuk Daops Dumai, Siak, Rengat, Pekanbaru, serta bantuan dari Jambi (Bukit Tempurung dan Sarolangun) dan Sumsel (Musi Banyuasin).
Pemerintah menegaskan komitmen untuk terus memaksimalkan seluruh sumber daya dalam menanggulangi karhutla demi menjaga lingkungan, kesehatan masyarakat, dan mencegah dampak lebih luas baik nasional maupun lintas batas.
Komentar
Posting Komentar