BMKG Selidiki Penyebab Ratusan Gempa di Gunung Lamongan 3 Hari Terakhir

Featured Image

Gempa Bumi di Wilayah Jawa Timur Terus Mengguncang

Sejak dini hari Kamis hingga pagi Sabtu, 17 hingga 19 Juli 2025, sebanyak 64 kali gempa bumi telah tercatat oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di perbatasan wilayah Kabupaten Lumajang, Jember, dan Probolinggo. Gempa yang terjadi memiliki variasi magnitudo mulai dari yang terkecil M1,6 hingga yang terbesar M3,3. Dari jumlah tersebut, enam gempa bisa dirasakan oleh masyarakat setempat.

Menurut Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, pihaknya masih melakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan penyebab aktivitas gempa ini. "Kami sedang mempelajari kemungkinan penyebab dari rentetan gempa ini," ujarnya dalam keterangan resmi.

Gempa yang Bisa Dirasakan

Dari total gempa yang tercatat, tiga di antaranya bisa dirasakan pada Jumat malam, 18 Juli 2025. Pertama, gempa dengan magnitudo M3,3 terjadi pada pukul 19.19 WIB. Guncangan gempa ini dapat dirasakan pada skala II MMI di Probolinggo, yaitu sebagian orang di dalam rumah merasakan getaran jika gempa terjadi di siang hari. Pusat gempa berada di darat, 19 kilometer timur laut Lumajang, dengan kedalaman tujuh kilometer.

Selanjutnya, gempa M2,6 terjadi pada pukul 20.03 WIB dan gempa M2,4 pada pukul 20.47 WIB. Keduanya bisa dirasakan pada skala II-III MMI di Probolinggo, yaitu sebagian orang di dalam rumah merasakan getaran seperti truk melintas. Episentrum gempa masing-masing berada di darat, 23 dan 19 kilometer barat daya Kabupaten Probolinggo, dengan kedalaman tiga dan tujuh kilometer.

Hingga saat ini, belum ada laporan kerusakan akibat aktivitas gempa yang diduga merupakan jenis swarm earthquake. BMKG tetap memantau perkembangan situasi secara berkala.

Aktivitas Gempa Tektonik di Gunung Lamongan

Sebelumnya, Badan Geologi mencatat peningkatan gempa tektonik lokal di kawasan Gunung Lamongan, Kabupaten Lumajang, sepekan terakhir. Peningkatan gempa tersebut sudah tercatat sejak 1 Juli 2025, dengan total 47 kali gempa tektonik lokal dan 22 kali gempa tektonik jauh.

Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid menyatakan bahwa keberadaan patahan gempa aktif di kompleks Gunung Api Lamongan menjadi salah satu faktor penyebab. Data deformasi Gunung Lamongan juga menunjukkan tren inflasi akibat tekanan dari aktivitas tektonik. Namun, ia menegaskan bahwa sumber gempa bukan berasal dari aktivitas vulkanik.

Wafid mengingatkan bahwa peningkatan gempa tektonik lokal pernah terjadi pada 1 November 2024. Berdasarkan analisis data visual dan instrumental, tingkat aktivitas Gunung Api Lamongan hingga saat ini masih berada di Level I (Normal).

Riwayat Letusan dan Aktivitas Gempa di Kompleks Gunung Lamongan

Gunung Lamongan adalah gunung api tipe strato dengan ketinggian puncak 1.671 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, gunung ini terletak di antara kompleks kaldera Bromo Tengger-Semeru dan kompleks gunung berapi Iyang-Argopura, tepat di Kabupaten Lumajang.

Kompleks Gunung Lamongan memiliki sekitar 64 pusat erupsi parasit, termasuk 37 kerucut vulkanik dan 27 maar. Sejarah letusan Gunung Lamongan tercatat sejak tahun 1799, dengan interval erupsi berkisar antara 1 hingga 53 tahun.

Erupsi terakhir Gunung Lamongan terjadi pada Februari 1898, yang menghasilkan bukit baru bernama Gunung Anyar. Setelah itu, aktivitas di kompleks ini cenderung berupa peningkatan gempa tektonik lokal yang menyebabkan retakan tanah. Contohnya terjadi pada tahun 1925, 1978, 1985, 1988, 1989, 1991, 2005, dan 2012.

Komentar