
Kenaikan Demo dan Tuntutan Pengemudi Ojek Online
Pengemudi ojek online di Indonesia kembali melakukan aksi demo untuk menuntut perubahan terkait sejumlah fitur yang dinilai merugikan serta penurunan biaya aplikasi. Aksi ini melibatkan pengemudi dari berbagai platform seperti Gojek, Grab, dan Maxim. Mereka menuntut agar potongan biaya aplikasi yang selama ini dikenakan kepada pengemudi diturunkan dari 20% menjadi 10%.
Selain itu, jumlah demo yang dilakukan oleh mitra pengemudi ojek online meningkat dibandingkan tahun 2024. Hingga pertengahan tahun 2025, setidaknya telah terjadi empat kali aksi demo. Hal ini menunjukkan ketidakpuasan pengemudi terhadap kebijakan yang diterapkan oleh platform aplikasi transportasi daring.
Penyebab Ketidakpuasan Pengemudi
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menjelaskan bahwa pemotongan biaya aplikasi yang saat ini berlaku memberatkan pengemudi karena melebihi regulasi yang ada. Menurutnya, dalam Keputusan Menteri Perhubungan 1001 Tahun 2022, besaran potongan biaya aplikasi seharusnya hanya 15 persen ditambah 5 persen, di mana tambahan 5 persen tersebut seharusnya dikembalikan kepada pengemudi dalam bentuk insentif atau manfaat lain.
Namun, fakta yang terjadi adalah banyak aplikasi yang memotong hingga hampir 50 persen. Igun menegaskan bahwa hal ini tidak memiliki ketegasan dari regulator, sehingga potongan sering kali melebihi 20 persen.
Usulan Penurunan Biaya Aplikasi
Igun menyarankan agar potongan biaya aplikasi diturunkan menjadi 10 persen. Ia menyatakan bahwa usulan ini sudah dikaji secara akademik dan empiris sejak tahun 2020. Ia juga menantang pihak-pihak yang menganggap potongan 20 persen sudah cukup untuk menyampaikan data dan kajian yang valid.
Dari kajian yang disampaikan ke Kementerian Perhubungan sebelumnya, Igun menyatakan bahwa 10 persen sudah cukup untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan aplikasi ojol. Selain itu, ia membandingkan dengan negara tetangga di Asia yang potongan aplikatornya hanya berkisar antara 6-12 persen, jauh lebih kecil dari Indonesia yang bisa mencapai 15,5 persen atau bahkan lebih.
Masalah Lain yang Dikeluhkan
Selain masalah potongan biaya aplikasi, Garda Indonesia juga mengeluhkan belum adanya audit pada perusahaan aplikasi. Aturan KP no.1001/2022 telah mewajibkan audit investigatif yang hasilnya wajib diserahkan ke Kementerian Perhubungan, seluruh stakeholder, dan ekosistem transportasi online.
Di sisi lain, Igun juga meminta pemerintah dan regulator segera membuat regulasi khusus terkait tarif pengantaran barang dan makanan bagi kurir online, demi keadilan dan perlindungan pengemudi serta konsumen. Ia juga menuntut untuk menghapus program-program aplikasi seperti slot, multi order, maupun argo goceng yang kerap merugikan pengemudi.
Tanggapan dari Platform Aplikasi
Grab sebagai salah satu platform besar mengungkapkan bahwa perubahan biaya aplikasi dapat berdampak pada bisnis perusahaan. Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menegaskan bahwa setiap upaya perubahan terkait skema komisi perlu dikaji secara menyeluruh dan proporsional demi keberlanjutan seluruh ekosistem transportasi daring.
Menurut Tirza, saat ini telah tersedia berbagai platform layanan transportasi daring di Indonesia yang menawarkan skema komisi beragam, bahkan ada yang menawarkan komisi lebih rendah dari 20%. Grab memberikan pilihan kepada mitra pengemudi untuk memilih platform sesuai kebutuhan dan preferensi masing-masing.
Kritik terhadap Regulasi dan Model Bisnis
Pengamat Ekonomi Digital, Nailul Huda, menyatakan bahwa irisan kepentingan menjadi penyebab demo terus terjadi. Pihak aplikator menjaga margin bisnisnya, sementara pengemudi ingin adanya biaya yang mereka serahkan kepada aplikator karena menganggap nilai yang ada saat ini sangat besar bahkan melampaui ketentuan yang seharusnya. Di sisi lain, biaya hidup makin tinggi.
Huda menyoroti minimnya kajian publik yang dilakukan Kementerian Perhubungan terkait biaya 20% yang dibebankan pada pengemudi. Ia menilai bahwa jika tidak ada kajian yang matang, tuntutan pengemudi akan terus terjadi.
Solusi yang Disarankan
Executive Director Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyarankan kepada aplikator untuk menurunkan potongan komisi menjadi 10-15%, serta meningkatkan transparansi keuangan dan menghapus program yang membebani driver. Ia juga menyarankan pemerintah untuk segera tetapkan regulasi yang jelas dan menetapkan tarif minimum untuk perlindungan bagi driver.
Heru menyarankan adanya dialog rutin antara pemerintah, aplikator, dan driver untuk mencari solusi berkelanjutan. Ia juga menyoroti pentingnya asosiasi resmi bagi pengemudi untuk memperkuat negosiasi dan menanggulangi permasalahan beda pendapat, khususnya terkait tuntutan demo. Konsumen pun dapat berpartisipasi dengan memilih aplikator yang adil dan memikirkan kesejahteraan drivernya.