Mastel Berharap Pemerintah Jamin Keadilan dalam Pengaturan WhatsApp Cs

Featured Image

Permintaan Mastel untuk Keadilan dalam Regulasi Platform Digital

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyerukan pemerintah untuk lebih adil terhadap platform digital berbasis pesan seperti WhatsApp, Telegram, hingga TikTok. Dalam beberapa tahun terakhir, layanan-layanan ini telah memberikan fitur yang mirip dengan operator seluler, seperti panggilan suara dan pesan singkat. Namun, saat ini pemerintah hanya memungut biaya dari perusahaan telekomunikasi, sementara pendapatan platform-platform tersebut jauh lebih besar.

Meta, induk dari WhatsApp, mencatatkan pendapatan sebesar Rp788 triliun pada 2024 atau meningkat 21% secara tahunan. Hingga Mei 2025, jumlah pengguna aktif WhatsApp telah mencapai 3 miliar pengguna. Hal ini menunjukkan bahwa platform digital memiliki potensi finansial yang sangat besar dibandingkan operator telekomunikasi.

Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno menjelaskan bahwa hubungan antara penyedia layanan OTT dan operator telekomunikasi sudah memiliki dasar hukum yang kuat. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar), Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa pelaku usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan melalui internet di wilayah Indonesia harus bekerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif.

Selain itu, ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 11 PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021. Menurut Sarwoto, aturan ini menjadi dasar hukum bagi penyelenggara telekomunikasi untuk meminta pemerintah merealisasikan prinsip-prinsip keadilan tanpa diskriminasi antara penyelenggara telekomunikasi dan penyedia layanan serupa seperti WhatsApp Call atau WhatsApp Message.

Tujuan dari kebijakan ini adalah agar kualitas layanan tetap optimal dan kepentingan nasional dapat dilindungi. Namun, hingga saat ini, prinsip-prinsip tersebut belum sepenuhnya diterapkan. Sarwoto menduga hal ini disebabkan oleh tekanan kepentingan para pelaku OTT yang berada di bawah yurisdiksi hukum yang tidak terjangkau oleh regulasi Indonesia.

Beban yang Tidak Seimbang

Sarwoto menyoroti bahwa diskriminasi terhadap penyelenggara jaringan telekomunikasi terlihat jelas dalam kewajiban menanggung beban PNBP dan biaya pemeliharaan jaringan serta akuisisi pengguna. Ia mengingatkan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tentang urgensi implementasi regulasi yang telah dituangkan dalam PP Postelsiar.

Mastel tidak mendorong pembatasan layanan, tetapi berharap pemerintah mengambil peran aktif dalam memberlakukan prinsip-prinsip non-diskriminasi terhadap pihak-pihak terkait. Selain itu, pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat agar penataan ekosistem digital ke depan berjalan adil, sehat, dan berkelanjutan.

Isu Keamanan dan Perlindungan Konsumen

Mastel juga menyoroti bahwa isu penataan OTT tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga menyangkut keamanan dan perlindungan konsumen. Maraknya kasus penipuan melalui WhatsApp dan platform OTT lainnya menunjukkan bahwa tanpa pengawasan dan tata kelola yang memadai, pengguna justru menjadi pihak yang paling rentan.

Kasus-kasus penipuan digital seperti pengambilalihan akun dan penyebaran tautan palsu menunjukkan potensi penyalahgunaan yang bisa terjadi jika tidak ada pengawasan yang ketat. Oleh karena itu, Mastel menegaskan pentingnya pengawasan dan pengelolaan yang lebih baik terhadap layanan OTT.

Sikap Pemerintah dan Kepedulian Terhadap Masyarakat

Mastel mengapresiasi sikap Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid yang meluruskan informasi keliru di publik. Meutya menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk membatasi layanan panggilan suara dan video berbasis internet seperti WhatsApp Call.

Pernyataan ini disampaikan untuk meluruskan kabar yang menyebutkan adanya rencana pemerintah membatasi layanan VoIP. Meutya menjelaskan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital memang menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk Mastel dan ATSI, mengenai penataan ekosistem digital. Namun, ia menekankan bahwa masukan tersebut belum pernah dibahas dalam forum pengambilan kebijakan resmi.

Mastel berharap Kemenkomdigi bersama asosiasi dapat mengkaji lebih lanjut isu OTT secara menyeluruh, mendorong dan memediasi keterbukaan serta kerja sama antara OTT dan operator telekomunikasi. Kerja sama ini perlu dikaji kembali karena menyangkut keberlangsungan industri telekomunikasi nasional sekaligus perlindungan masyarakat sebagai pengguna akhir.

Dengan demikian, Mastel menekankan bahwa yang mereka dorong adalah implementasi norma yang sudah ada sejak lama, demi kepentingan bersama.

Komentar