
Penelitian Mengungkap Enam Sifat yang Membuat Seseorang Terlihat Keren
Pertanyaan tentang apa yang membuat seseorang terlihat keren akhirnya mendapatkan jawaban melalui studi baru yang dirilis dalam Journal of Experimental Psychology: General. Penelitian ini menemukan bahwa ada enam sifat utama yang membentuk kesan "keren" secara global: ekstrovert, hedonistik, berkuasa, suka berpetualang, terbuka, dan mandiri. Studi ini melibatkan hampir 6.000 responden dari 12 negara berbeda, dan hasilnya konsisten meskipun partisipan berasal dari latar belakang usia, gender, pendapatan, dan pendidikan yang beragam.
Para partisipan cenderung sepakat mengenai siapa yang dianggap keren, termasuk tokoh-tokoh seperti David Bowie, Samuel L. Jackson, hingga Charli XCX. Caleb Warren, peneliti utama dari University of Arizona, mengatakan bahwa hasilnya sangat mengejutkan karena hampir sama di mana pun. Ia telah meneliti psikologi konsumen selama dua dekade dan menyadari bahwa konsep "keren" memiliki pengaruh besar dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, partisipan diminta untuk memikirkan empat jenis orang: satu yang mereka anggap keren, satu yang tidak, satu yang baik, dan satu yang tidak baik. Setelah itu, mereka mengisi kuesioner yang mengevaluasi 15 atribut kepribadian. Hasilnya menunjukkan bahwa meski sifat “keren” dan “baik” sering tumpang tindih, orang yang dianggap baik biasanya dinilai lebih patuh, tradisional, aman, hangat, ramah, universalistik, teliti, dan tenang. Sementara itu, orang yang keren lebih diasosiasikan dengan kemandirian dan petualangan.
Menariknya, karakter yang dianggap "mampu" cenderung masuk dalam dua kategori sekaligus: baik dan keren. Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Responden yang tidak memahami kata "cool" dalam bahasa Inggris secara otomatis dikeluarkan dari penelitian, sehingga sulit memastikan bagaimana konsep kekerenan diterjemahkan di berbagai budaya secara lokal. Selain itu, mayoritas responden berusia muda, dengan rata-rata di bawah 30 tahun.
Topik "kekerenan" jarang diteliti secara mendalam. Studi-studi sebelumnya menyebutkan bahwa orang yang dianggap keren biasanya juga ramah, kompeten, mengikuti tren, dan menarik. Namun, Warren dan timnya ingin mengetahui perbedaan antara orang yang hanya "baik" dan yang benar-benar "keren". Dengan meminta partisipan memikirkan empat sosok—satu orang yang keren, satu yang tidak keren, satu yang baik, dan satu yang tidak baik—mereka kemudian menilai masing-masing sosok melalui kuesioner yang mengukur 15 atribut.
Meskipun orang baik dan keren memiliki beberapa kesamaan sifat, orang yang "baik" cenderung dianggap lebih patuh aturan, tradisional, aman, hangat, ramah, universalistik (menganggap semua makhluk setara dan patut dihormati), rajin, dan tenang. Sementara itu, mereka yang dianggap "mampu" dinilai sebagai baik dan keren sekaligus.
Mitch Prinstein, kepala psikologi dari American Psychological Association, menjelaskan bahwa nilai-nilai sosial yang dianggap keren bisa berbeda antar budaya. Misalnya, sifat agresif bisa meningkatkan status di beberapa budaya Barat, tetapi bisa menurunkannya di Timur. Ia juga menambahkan bahwa keinginan untuk terlihat keren biasanya memuncak saat remaja, dan memengaruhi gaya bicara, aktivitas hiburan, serta pilihan konsumsi.
Riset juga menunjukkan bahwa keinginan untuk terlihat keren sangat kuat di masa remaja dan memengaruhi pilihan konsumsi, tokoh idola, gaya bicara, hingga aktivitas hiburan. Namun, apa yang dianggap keren oleh masyarakat luas belum tentu sesuai dengan pandangan pribadi seseorang. Oleh karena itu, dalam studi ini peserta diminta membedakan antara orang yang menurut mereka keren dan yang hanya sekadar baik.
Menariknya, sifat-sifat yang berhubungan dengan kebaikan atau kepedulian justru lebih sering dikaitkan dengan orang "baik", bukan "keren". Meskipun demikian, Warren meragukan label keren ini sebagai hal yang layak untuk dikejar. Ia merujuk pada studi yang dilakukan pada 2014 yang menunjukkan bahwa remaja yang berusaha terlihat keren dengan cara ekstrem, misalnya dengan perilaku berisiko, cenderung mengalami masalah hubungan, penyalahgunaan zat, dan alkohol di usia dewasa.
Menurut Prinstein, anak yang populer di sekolah seringkali mencari dominasi, perhatian, dan status, tetapi yang lebih penting untuk kesuksesan jangka panjang adalah seberapa disukai mereka. Bahkan anak yang paling tidak keren pun akan baik-baik saja asalkan punya satu teman dekat. Dengan demikian, konsep "terlalu keren untuk sekolah" mungkin tak sepenuhnya seindah yang dibayangkan. Di balik label "cool", kendali psikologis dan hubungan sosial yang sehat justru menjadi kunci bertahan dalam jangka panjang.
Komentar
Posting Komentar