Pengakuan Pengguna Medsos tentang Usulan Larangan Akun Ganda oleh DPR

Featured Image

Respons Masyarakat Terhadap Usulan DPR yang Mengharuskan Satu Akun Media Sosial Per Orang

Usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menginginkan masyarakat hanya memiliki satu akun media sosial per orang mendapat berbagai respons dari masyarakat. Wacana ini langsung menjadi topik hangat di media sosial, khususnya di platform X. Banyak warganet menyampaikan penolakan terhadap usulan tersebut karena dinilai tidak relevan dan berpotensi mengurangi kebebasan berekspresi.

Andra, seorang pegawai di sebuah perusahaan BUMN, menilai kebijakan ini sulit diterapkan dan justru bisa merugikan masyarakat. Ia dan beberapa orang lain yang dimintai pendapat oleh Tempo mengaku sebagai pengguna aktif media sosial dengan rata-rata memiliki lebih dari satu akun. Menurut Andra, kepemilikan lebih dari satu akun bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Ada akun bisnis, akun jualan kecil, dan bahkan akun institusi atau perusahaan. Kepemilikan satu orang di alamat tertentu, seperti KTP, tidak bisa dibatasi hanya pada satu akun.

Ia menyarankan agar fokus kebijakan DPR dan pemerintah diarahkan ke aktivitas akun yang telah terbukti atau berpotensi menjadi buzzer, bukan larangan akun ganda. “Jadi ketika ada kewajiban satu akun itu merugikan dan juga berdampak pada masyarakat pada umumnya,” tambah Andra.

Resky, seorang mahasiswi calon dokter berusia 22 tahun, juga mengkritik usulan tersebut. Ia menilai tidak ada urgensi untuk membuat kebijakan semacam itu. “Enggak relevan aja sama kepentingan dan kemajuan negara kita. Hal-hal yang enggak penting aja diurusin, giliran hak buat nakes (tenaga kesehatan) dan guru didiemin,” ujarnya.

Sita, seorang pekerja, menduga bahwa larangan ini bertujuan membatasi kritik publik. “Bilang aja takut dikritik, makanya rakyat dibungkam dengan cara begini,” katanya.

Di sisi lain, Ica memberikan pandangan yang berbeda meskipun ia mengaku memiliki hingga tiga akun dalam satu platform media sosial seperti Instagram. Ia menyebut wacana aturan ini memiliki sisi positif, namun belum mendesak untuk diterapkan. “Positifnya mungkin bisa menghindari buzzer seperti yang DPR bilang, tapi menurut saya aturan ini belum terlalu penting untuk diusulkan,” ujarnya.

Doni, seorang pengguna media sosial aktif lainnya, menyoroti sisi teknis dari wacana ini. Menurutnya, kebijakan pembatasan akun memerlukan infrastruktur dan sistem verifikasi data yang kuat, yang belum tentu siap diterapkan saat ini.

Keinginan melarang akun ganda di media sosial muncul dalam rapat kerja DPR bersama sejumlah perwakilan platform digital seperti Google, YouTube, TikTok, dan Meta pada Selasa, 15 Juli 2025. Anggota Komisi I DPR Oleh Soleh menyatakan akun ganda sering disalahgunakan. “Baik di YouTube, Instagram, TikTok, akun medsos ganda ini kan pada akhirnya disalahgunakan, bukan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bagi pemakai yang asli,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Menurut dia, keberadaan akun ganda tidak hanya merugikan, tapi juga berpotensi merusak ekosistem media sosial. “Secara umum, 100 persen saya rasa akun ganda ini justru malah menjadi ancaman dan bahkan merusak.” Ia juga menyinggung soal banyaknya buzzer yang muncul akibat tidak adanya pembatasan akun. “Orang yang enggak qualified jadi terkenal, menjadi artis, menjadi wah, menjadi super dan dia malah mengalahkan orang yang qualified, kan juga sangat merusak.”

Komentar