Perintah dari Atas Jadi Sorotan Mahfud MD dalam Kasus Tom Lembong

Featured Image

Penjelasan Mahfud MD Mengenai Vonis Tom Lembong

Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, telah dihukum selama 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta. Hukuman ini diberikan atas kebijakan impor gula yang dinilai merugikan negara. Namun, beberapa pihak menilai bahwa vonis tersebut tidak sepenuhnya adil. Salah satunya adalah mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.

Mahfud MD menyatakan bahwa dalam kasus Tom Lembong, tidak ditemukan unsur mens rea atau niat jahat. Ia menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh Tom Lembong hanya merupakan pelaksanaan perintah dari atasan, yaitu Presiden Joko Widodo. Menurutnya, Tom Lembong hanya menjalankan tugas administratif sesuai instruksi yang diberikan, bukan bertindak secara individual dengan niat merugikan negara.

"Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah," ujar Mahfud MD.

Keterlibatan Presiden dalam Kebijakan Impor Gula

Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, juga menyatakan bahwa putusan hakim terkesan mengabaikan fakta adanya perintah dari Presiden Joko Widodo. Menurut Zaid, kebijakan impor gula yang diambil oleh Tom Lembong dilakukan dalam rangka pembentukan stok gula nasional dan pengendalian harga. Hal ini dilakukan karena Presiden meminta Tom Lembong untuk meredam gejolak harga bahan pokok, termasuk gula.

Selain itu, penunjukan koperasi milik TNI-Polri dalam kebijakan impor juga disebut sebagai bagian dari izin presiden. Pernyataan ini diamini oleh Mayjen (Purn) Felix Hutabarat, yang pernah menjadi Ketua Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) pada masa 2015-2016. Felix mengungkapkan bahwa dirinya menerima perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal (Purn) Mulyono, yang sebelumnya mendapat perintah dari presiden.

Perhitungan Kerugian Negara yang Disorot

Selain masalah mens rea, Mahfud MD juga menyoroti perhitungan kerugian negara yang dilakukan sendiri oleh majelis hakim. Ia heran karena hakim tidak percaya dengan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), lembaga yang memiliki wewenang resmi untuk melakukan penghitungan kerugian negara.

"Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri," jelas Mahfud MD.

Ia juga mengkritik sikap hakim yang bercanda mengenai kapitalistik. Menurutnya, hakim tersebut tidak bisa membedakan antara ide dan norma. Mahfud menilai bahwa hakim tidak memahami perbedaan antara sistem ekonomi kapitalis dan Pancasila.

Alasan Vonis Dikatakan Tidak Logis

Vonis yang diberikan kepada Tom Lembong dinilai tidak memiliki dasar logis yang kuat. Majelis hakim menyatakan bahwa kebijakan impor gula oleh Tom Lembong merugikan negara sebesar Rp 194,7 miliar. Namun, Mahfud MD menilai bahwa hal ini tidak cukup untuk membuktikan adanya kesalahan yang bersifat melawan hukum.

Selain itu, hakim juga menilai bahwa kebijakan Tom Lembong lebih mengedepankan ekonomi kapitalis alih-alih sistem ekonomi Pancasila. Ia juga menilai bahwa Tom Lembong tidak melaksanakan asas kepastian hukum dan meletakkan hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan kebijakan.

Kesimpulan

Dari berbagai pendapat dan fakta yang muncul, terlihat bahwa vonis terhadap Tom Lembong tidak sepenuhnya didasarkan pada kebenaran hukum. Masalah mens rea, perhitungan kerugian negara, serta peran Presiden dalam kebijakan impor gula menjadi titik lemah dalam proses hukum yang dijalani oleh Tom Lembong. Mahfud MD dan pengacara Tom Lembong berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan oleh Tom Lembong hanya sebagai pelaksana perintah, bukan tindakan individu dengan niat jahat.

Post a Comment

Previous Post Next Post